Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd
(Tenaga Ahli Gubernur Jambi – Guru Besar UIN STS Jambi)
A. Pendahuluan
DIRGAHAYU.ID – Perpustakaan merupakan jantung literasi bangsa dan pusat pengembangan pengetahuan. Di Provinsi Jambi, perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai lembaga penyimpanan buku, tetapi juga penjaga warisan intelektual daerah yang sarat dengan nilai sejarah dan kebudayaan Melayu.
Namun, tantangan baru muncul seiring dengan perubahan teknologi dan budaya baca: bagaimana memadukan peran konservatif menjaga buku jadul dan peran progresif mengelola buku digital dalam satu sistem literasi modern.
Data Perpustakaan Nasional RI (Rencana Strategis Perpustakaan Nasional 2020–2024, 2020) menunjukkan arah kebijakan transformasi menuju pustaka digital nasional. Namun di tingkat daerah seperti Jambi, hambatan struktural masih nyata, mulai dari infrastruktur jaringan, kapasitas SDM, hingga pembiayaan yang jauh dari memadai.
Sementara itu, survei DataReportal/Kepios (2024) mencatat penetrasi internet Indonesia baru mencapai 66,5% penduduk, dengan ketimpangan signifikan antarprovinsi. Provinsi Jambi berada di bawah rata-rata nasional, menyebabkan literasi digital belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
B. Teori Pustaka Modern
1. Rasio Buku, Pembaca, dan Pengelola
Dalam teori pustaka modern, indikator utama yang digunakan adalah rasio koleksi terhadap jumlah pembaca, tingkat sirkulasi buku, dan rasio pustakawan terhadap pengunjung (Perpustakaan Nasional RI, Renstra, 2020). Idealnya, satu pustakawan melayani maksimal 500 pengguna aktif dengan rasio 10 judul per anggota perpustakaan. Namun, di Jambi angka ini masih jauh tertinggal.
2. Sarana dan Prasarana
Perpustakaan modern ditopang oleh sistem Integrated Library System (ILS), jaringan internet cepat, serta fasilitas akses publik seperti komputer, ruang digital, dan hotspot Wi-Fi.
Banyak perpustakaan daerah di Jambi belum memiliki sistem digital katalog terintegrasi dengan Indonesia One-Search akibat keterbatasan server dan jaringan (Dinas Perpustakaan Provinsi Jambi, 2024).
3. Koleksi Ideal: Buku Ilmiah, sejarah dan Turats
Pustaka ideal mencakup buku ilmiah populer 5 tahun terakhir dan koleksi klasik seperti kitab turats, manuskrip, dan buku sejarah lokal. Koleksi jadul merepresentasikan nilai kultural dan identitas daerah. Keshava dkk. (2022) dalam Digital Transformation and Smart Libraries menegaskan pentingnya digitalisasi terarah pada naskah lokal agar warisan ilmiah tidak punah. Demikian juga kitab klasik (turats) agar khazanah keagamaaan terjaga.
C. Tantangan Literasi: Buku Jadul vs Buku Digital
1. Akses dan Inklusi
Data BPS Provinsi Jambi (2024) menunjukkan sebagian besar perpustakaan masih berstatus manual, dengan pengunjung terbatas pada pelajar sekitar kota. Masyarakat pedesaan sulit mengakses bahan bacaan karena keterbatasan jaringan dan minimnya fasilitas internet.
2. Model Lisensi dan Biaya
Laporan OverDrive (2023) memperlihatkan bahwa perpustakaan dunia menghadapi lonjakan biaya lisensi e-book. Untuk provinsi dengan anggaran terbatas seperti Jambi, model pembelian kolektif atau konsorsium antarperpustakaan menjadi opsi efisien.
3. Kompetensi SDM
Sebagian pustakawan di Jambi belum menguasai pengelolaan repositori digital, metadata, dan hak cipta elektronik. Hal ini sesuai dengan catatan Carillo (2022) dalam MLA Guide to Digital Literacy bahwa kompetensi pustakawan menentukan efektivitas transformasi digital.
4. Preservasi Naskah Lokal
Naskah klasik Melayu Jambi, seperti karya KH. Yunus bin Shaleh (Dilalah Al ‘Amma, 1939), memerlukan konservasi fisik dan digitalisasi berstandar metadata agar tetap bisa diakses akademisi global. Banyak naskah-naskah kitab yang terbit ditulis oleh ulama Jambi, tapi tidak dapat ditemukan diperpustakaan wilayah Jambi.
D. Literasi Digital di Era Digital: Haruskan?
Jawabannya: mutlak harus.
Literasi digital bukan sekadar kemampuan mengoperasikan gawai, tetapi mencakup kemampuan berpikir kritis terhadap sumber informasi, etika penggunaan data, dan kecakapan mencipta konten (Radovanović, 2024, Digital Literacy and Inclusion).
Program literasi digital perlu diselenggarakan melalui perpustakaan daerah dengan modul:
1. literasi dasar (pencarian sumber tepercaya),
2. literasi informasi lanjutan (penilaian kredibilitas konten),
3. literasi kreatif (membuat konten edukatif).
Tanpa program ini, perpustakaan hanya menjadi “gudang file digital” tanpa nilai edukatif.
E. Pustaka Digital: Antara Cost dan Kebutuhan Masyarakat
Biaya utama perpustakaan digital meliputi:
1. CAPEX: alat scanner, server, komputer, dan software manajemen pustaka.
2. OPEX: langganan domain, perawatan data, lisensi e-book, pelatihan SDM.
Dalam Public Library Association Tech Survey Report (2024), biaya lisensi e-book menyumbang hingga 60% dari anggaran digitalisasi perpustakaan kecil.
Kebutuhan masyarakat Jambi bervariasi: pelajar membutuhkan e-book pelajaran, mahasiswa butuh jurnal riset, sedangkan masyarakat umum menginginkan bahan bacaan ringan. Oleh karena itu, pendekatan model hibrid (fisik + digital) menjadi pilihan paling realistis.
F. Perpustakaan Jambi: Antara Buku Jadul vs Buku Digital
Perpustakaan Jambi menghadapi dilema ganda.
Di satu sisi, koleksi jadul seperti naskah kuno Melayu, kitab turats, dan buku sejarah daerah adalah sumber identitas dan pengetahuan lokal. Di sisi lain, masyarakat menuntut akses digital cepat dan praktis.
Menurut Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jambi (2024), lebih dari 60% koleksi masih berupa cetak; hanya 12% telah terdigitalisasi melalui proyek terbatas. Hal ini diperburuk oleh keterbatasan server dan SDM pengelola digital.
Digitalisasi buku jadul bukan hanya soal memindai, tapi juga memberi metadata, transliterasi, dan konteks ilmiah agar bisa diindeks global. Perpustakaan Nasional (2023) menekankan bahwa setiap digitalisasi harus memenuhi standar TEI (Text Encoding Initiative) agar terhubung dengan jaringan pustaka dunia.
Solusi realistis untuk Jambi:
Digitalisasi selektif: prioritas pada naskah langka dan bahan ajar lokal.
Konsorsium provinsi: berbagi biaya lisensi dan hosting antar kabupaten.
Pelatihan SDM digital: melalui kemitraan universitas.
Perpustakaan Jambi perlu menjadi perpaduan dua dunia: penjaga masa lalu dan pelopor masa depan literasi digital.
G. Keterbatasan Perpustakaan Jambi: Akses Internet, SDM, dan Pembiayaan
1. Minimnya Akses Internet dan Jaringan Global
Kepios (2024) mencatat penetrasi internet Jambi di bawah rata-rata nasional. Banyak perpustakaan masih menggunakan jaringan seluler 4G yang tidak stabil. Hanya sebagian kecil terhubung ke jaringan iPusnas dan Indonesia OneSearch (Dinas Perpustakaan Provinsi Jambi, 2024).
Keterbatasan bandwidth membuat koleksi digital sulit diakses publik, sementara akses jurnal internasional hampir nihil kecuali di universitas besar. Seperti ditegaskan oleh Hapsari dkk. (2025) dalam Digital Library Innovation, tanpa infrastruktur jaringan, perpustakaan tidak dapat berfungsi sebagai katalis literasi digital.
2. SDM yang Belum Siap Digital
Hanya sekitar 40% pustakawan di Jambi memiliki latar pendidikan ilmu perpustakaan (BPS Provinsi Jambi, 2024). Pelatihan digital masih sporadis. Carillo (2022) menilai bahwa literasi pustakawan adalah “kunci sukses transformasi digital,” sedangkan Keshava dkk. (2022) menambahkan bahwa kompetensi manajerial proyek digital menjadi aspek terlemah di negara berkembang.
3. Pembiayaan Sangat Terbatas
Anggaran perpustakaan provinsi rata-rata di bawah Rp. 2 miliar per tahun, termasuk operasional dan gaji pegawai (Dinas Perpustakaan Provinsi Jambi, 2024).
Perpustakaan Nasional (2020) merekomendasikan minimal 2% APBD sektor pendidikan dialokasikan untuk literasi, namun realisasi di Jambi hanya sekitar 0,4%.
Ehrenberg (2024) menyimpulkan dalam International Journal of Design bahwa tanpa model pendanaan hibrid (pemerintah-swasta), perpustakaan akan tertinggal dalam inovasi.
Keterbatasan pembiayaan menghambat konservasi buku jadul, pengadaan e-book, serta pelatihan SDM.
Tanpa intervensi kebijakan, transformasi digital hanya menjadi jargon.
H. Transformasi Perpustakaan Digital: Pelajaran Dunia
Negara maju mengintegrasikan model digital nasional dengan program literasi.
Amerika Serikat, Jepang, dan Finlandia menjalankan consortium license model agar perpustakaan daerah mendapatkan akses ke e-book nasional (PLA Tech Survey, 2024).
Negara berkembang seperti Malaysia dan India mengandalkan proyek digitalisasi selektif dan kerja sama universitas.
Untuk Jambi, strategi yang disarankan:
1. Digitalisasi prioritas koleksi lokal.
2. Konsorsium provinsi dan kabupaten untuk lisensi bersama.
3. Pelatihan SDM berjenjang.
4. Infrastruktur publik digital (Wi-Fi gratis dan komputer akses).
I. Rekomendasi dan Jejaring Literasi Dunia
1. Menyusun Rencana Strategis 5 Tahun transformasi perpustakaan digital Jambi berbasis data kebutuhan pengguna (Perpustakaan Nasional RI, 2020).
2. Membangun konsorsium digital Jambi dengan universitas dan kabupaten untuk efisiensi lisensi e-book.
3. Mengintegrasikan pustaka daerah dengan Global Digital Library (UNESCO) agar koleksi Jambi diakui dunia.
4. Mengembangkan pusat literasi digital masyarakat melalui program pelatihan rutin.
5. Menggalang CSR dan filantropi lokal untuk penguatan anggaran literasi.
J. Penutup
Perpustakaan Jambi berdiri di ambang era baru.
Antara menjaga jejak sejarah melalui buku jadul dan menatap masa depan melalui pustaka digital, dibutuhkan visi integratif: literasi sebagai fondasi kemajuan.
Keterbatasan jaringan, SDM, dan dana bukan alasan untuk stagnasi, tetapi panggilan untuk kolaborasi.
Dengan kebijakan yang berpihak pada literasi, jejaring digital yang kuat, dan sumber daya manusia yang terlatih, Jambi dapat menjadi contoh transformasi literasi provinsi di Indonesia.
———–
Daftar Pustaka
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. (2020). Rencana Strategis Perpustakaan Nasional 2020–2024. Jakarta: Perpusnas RI.
Dinas Perpustakaan & Kearsipan Provinsi Jambi. (2024). Laporan Statistik Pengunjung dan Koleksi Perpustakaan Daerah. Jambi.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. (2024). Jumlah Perpustakaan Terakreditasi Menurut Kabupaten/Kota. Jambi.
OverDrive, Inc. (2023). 2022 Global Digital Book Circulation Report. New York.
DataReportal / Kepios. (2024). Digital 2024: Indonesia. London.
Carillo, E. C. (2022). MLA Guide to Digital Literacy (2nd ed.). Modern Language Association.
Keshava, S. C., & Jha, A. A. (Eds.). (2022). Digital Transformation and Moving Towards Smart Libraries. DPS Publishing House.
Ehrenberg, N. (2024). Public Libraries and Digital Service Development. International Journal of Design, 2024.
Hapsari, D., Haryanto, & Firdausy, A. (2025). Digital Library Innovation and Challenges in Supporting SDGs. Unimma Press.
Radovanović, D. (2024). Digital Literacy and Inclusion: Stories, Platforms, Communities. Springer.
Global Digital Library. (2023). UNESCO Open Access Initiative Report. Paris.
———-